Istri Nekat Haji Tanpa Mahrom
Assalamualaikum, Saya ingin bertanya, apa hukumnya istri berhaji tanpa mahram, jika tidak boleh apakah suami harus melarangnya? Jika sudah dilarang tapi istri melawan dan tetap berangkat, apa yang harus dilakukan suami? Apa suami ikut berdosa? via Tanya Ustadz for Android
Jawaban:
Bismillah, Alhamdulillah wasshalaatu wassalamu ‘alaa Rasuulillah. Ammaa ba’du;
Dalam permasalahan ini -haji wanita tanpa mahram- telah terjadi perselisihan dikalangan para ulama. Apakah mahram termasuk syarat wajib haji atau tidak? Apakah dengan adanya beberapa teman wanita yang terpercaya atau keadaan yang menjamin keamanannya sudah cukup dan tidak mengharuskan adanya mahram?
Akan tetapi kami tidak akan membahas perselisihan tersebut dan kami cukupkan dengan menukil perkataan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah. Beliau berkata:
هذا العمل وهو الحج بدون مَحرم : مُحرَّم لحديث ابن عباس رضي الله عنهما قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول وهو يخطب : لا تسافر المرأة إلا مع ذي محرم ، فقام رجل فقال : يا رسول الله ، إن امرأتي خرجت حاجة ، وإنني قد اكتُتِبتُ في غزوة كذا وكذا ، فقال النبي صلى الله عليه وسلم : انطلق فحج مع امرأتك ” رواه البخاري ومسلم
Perbuatan ini yaitu Haji tanpa mahram adalah diharamkan berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, beliau berkata: saya mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda dan beliau berkhutbah: Janganlah seorang wanita safar (perjalanan jauh) kecuali bersama mahram. Lalu berdiri seorang laki-laki dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku hendak keluar menunaikan haji, sedangkan aku telah terpilih dalam pasukan perang ini dan ini. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berkata: Pergilah kamu berhaji bersama istrimu. (HR. Bukhari dan Muslim)
فلا يجوز للمرأة السفر بدون محرم ، والمحرم : من تحرم عليه على التأبيد بنسب أو سبب مباح ، ويشترط أن يكون بالغا عاقلا ، وأما الصغير فلا يكون محرما ، وغير العاقل لا يكون محرما أيضا ، والحكمة من وجود المحرم مع المرأة حفظها وصيانتها ، حتى لا تعبث بها أهواء مَن لا يخافون الله عز وجل ولا يرحمون عباد الله
Maka tidaklah diperbolehkan bagi seorang wanita safar tanpa mahram. Mahram yaitu yang haram (menikahinya) selamanya, baik karena nasab ataupun sebab yang diperbolehkan. Dan disyaratkan hendaknya baligh serta berakal. Adapun yang masih kecil maka belum bisa menjadi mahram, begitu juga yang tidak berakal tidak bisa menjadi mahram baginya. Dan hikmah dari adanya mahram yang menemani wanita adalah menjaganya dan melindunginya. Sehingga tidak bermain-main dengannya orang-orang yang hatinya tidak takut kepada Allah Azza Wa Jalla dan tidak memiliki sifat rahmah kepada hamba-Nya.
ولا فرق بين أن يكون معها نساء أو لا ، أو تكون آمنة أو غير آمنة ، حتى ولو ذهبت مع نساء من أهل بيتها وهي آمنة غاية الأمن ، فإنه لا يجوز لها أن تسافر بدون محرم ؛ وذلك لأن النبي صلى الله عليه وسلم لما أمر الرجل بالحج مع امرأته لم يسأله ما إذا كان معها نساء وهل هي آمنة أم لا ، فلما لم يستفسر عن ذلك دل على أنه لا فرق ، وهذا هو الصحيح
Dan tidaklah ada bedanya apakah bersamanya para wanita lain atau tidak, atau apakah ia dalam keadaan aman atau tidak. Bahkan sekiranya ia pergi bersama seluruh wanita dari anggota rumahnya dan dia dalam keadaan yang sangat amat aman, maka sungguh tidak boleh baginya untuk safar tanpa mahram. Hal ini sebagaimana Nabi Shallallahu alaihi wasallam dahulu ketika memerintahkan seseorang laki-laki untuk haji bersama istrinya, beliau tidak bertanya apakah bersama istrinya wanita-wanita lain? Dan apakah istrinya dalam keadaan aman atau tidak? Ketika Nabi Shallallahu alaihi wasallam tidak meminta keterangan tentang hal itu, maka menunjukkan bahwa tidaklah ada perbedaan hukum. Dan inilah yang benar.
وقد تساهل بعض الناس في وقتنا الحاضر فسوَّغ أن تذهب المرأة في الطائرة بدون محرم، وهذا لا شك أنه خلاف النصوص العامة الظاهرة ، والسفر في الطائرة كغيره تعتريه الأخطار
Dan saat ini sebagian orang sungguh telah bermudah-mudahan, mereka membolehkan wanita berpergian dengan pesawat tanpa mahram. Dan ini tidak diragukan lagi menyelisihi teks-teks dalil umum yang (maknanya) zhahir. Dan safar dengan pesawat sama dengan yang lainnya, ada beberapa resiko yang akan menimpa.
فإن المسافرة في الطائرة إذا شيعها محرمها في المطار فإنه ينصرف بمجرد دخولها صالة الانتظار، وهي وحدها بدون محرم وقد تغادر الطائرة في الوقت المحدد وقد تتأخر. وقد تقلع في الوقت المحدد فيعتريها سبب يقتضي رجوعها، أو أن تنزل في مطار آخر غير المطار المتجهة إليه، وكذلك ربما تنزل في المطار الذي تقصده بعد الوقت المحدد لسبب من الأسباب ، وإذا قُدِّر أنها نزلت في وقتها المحدد فإن المحرم الذي يستقبلها قد يتأخر عن الحضور في الوقت المعين لسبب من الأسباب ، إما لنوم أو زحام سيارات أو عطل في سيارته أو لغير ذلك من الأسباب المعلومة ، ثم لو قدر أنه حضر في الوقت المحدد واستقبل المرأة فإن من يكون إلى جانبها في الطائرة قد يكون رجلا يخدعها ويتعلق بها وتتعلق به
Seorang wanita yang safar dengan pesawat, apabila mahram mengantarnya ke bandara maka pengantar akan kembali ketika wanita tersebut masuk ke ruang tunggu dan dia didalamnya sendirian tanpa mahram. Penerbangan pesawat mungkin tepat waktu dan mungkin juga terlambat. Atau mungkin take off tepat waktu, akan tetapi karena suatu sebab sehingga mengharuskan berputar arah balik, atau mendarat ditempat lain bukan di bandara tujuan. Dan mungkin juga karena suatu sebab mendarat terlambat di bandara tujuan setelah waktu yang ditentukan. Sekiranya pun mendarat tepat waktu, mungkin saja mahram yang menjemputnya terlambat datang karena suatu sebab seperti ketiduran, perjalanan macet, kerusakan mobil atau sebab yang lainnya. Atau jika sekiranya yang menjemputnya tepat waktu dan telah menjemputnya tetapi siapakah yang berada disampingnya ketika berada di pesawat. Mungkin saja ada seorang laki-laki yang menggodanya dan terpaut dengannya dan ia pun terpaut dengan laki-laki itu.
والحاصل أن المرأة عليها أن تخشى الله وتخافه فلا تسافر لا إلى الحج ولا إلى غيره إلا مع محرم يكون بالغًا عاقلا . والله المستعان
Alhasil bahwa seorang wanita hendaknya ia takut kepada Allah dan tidak safar baik untuk haji ataupun tujuan yang lainnya kecuali bersama mahram yang baligh dan berakal. Dan Allah tempat meminta pertolongan. (https://islamqa.info/amp/ar/answers/34380)
Berdasarkan keterangan diatas, dari hadits yang disebutkan dimuka kita dapat petik pelajaran, bahwa apabila sang istri telah terpenuhi syarat wajib haji maka hendaknya sang suami menemani istrinya pergi haji, tentu jika memiliki kemampuan. Hendaknya saling tolong menolong agar dapat menunaikan ibadah wajib ini. Atau apabila terdapat mahram istri seperti saudara atau ayah yang pergi haji bersamanya maka sang suami wajib mengizinkan dan tidak boleh melarang.
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah juga pernah ditanya:
Jika seorang suami melarang istrinya apakah berdosa?
Beliau menjawab:
نعم ، يأثم إذا منع زوجته من الحج الذي تمت شروطه ، فهو آثم ، يعنى لو قالت : هذا مَحْرَمٌ ، هذا أخي يحج بي ، وأنا عندي نفقة ، ولا أريد منك قرشاً ، وهي لم تؤد الفريضة فيجب أن يأذن لها ، فإن لم يفعل حجت ولو لم يأذن ، إلا أن تخاف أن يطلقها فتكون حينئذ معذورة
Iya, dia berdosa jika melarang istrinya dari haji yang telah terpenuhi syarat (wajibnya) maka dia berdosa. Yaitu seandainya istrinya berkata: “ini mahram(ku), ini saudara laki-lakiku haji bersamaku. Aku memiliki nafkah dan aku tidak meminta darimu uang (untuk haji).” Dan istri belum menunaikan haji wajib sebelumnya maka sang suami wajib mengizinkannya. Jika suami tidak mengizinkan, maka bagi istrinya untuk tetap berhaji meskipun tidak diizinkan. Kecuali jika istri takut ditalak oleh suami, maka ia ma’dzur (berudzur dari haji). (Fatawa Ibn Utsaimin: 21/115)
Jika tidak ada mahram bagi istri sedangkan suami belum memiliki kemampuan maka nasehatkan kepada istri dan berikan penjelasan dengan baik serta lembut bahwa diantara syarat wajib haji ialah adanya mahram atau suami yang mendampingi. Yang artinya apabila syarat ini belum terpenuhi maka tidaklah wajib bagi seorang wanita muslimah untuk berhaji. Dan katakan kepadanya mari kita saling tolong menolong agar dapat haji bersama pada tahun berikutnya.
Jika istri belum terima, dalam keadaan ini suami berhak melarang, karena suami memiliki tanggung jawab terhadap istrinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap hal yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan hal yang diperintahkan.” (Qs. at-Tahrim: 6).
Hendaknya sang suami memilih cara-cara terbaik dan penuh hikmah untuk menyelesaikan masalah dalam keluarga sehingga masalah tidak menimbulkan masalah baru. Jelaskan dengan penuh kelembutan dan kesabaran tentang hadits-hadits yang melarang seorang wanita safar tanpa mahram, hadits-hadits yang menjelaskan besarnya hak suami dalam islam, dan wajibnya seorang wanita mentaati suami, yang bahkan ini merupakan satu pundi pintu surga bagi sang istri.
Jika istri melawan, ingatlah, bahwa hidayah taufik hanya milik Allah. Maka mari kita selalu perbanyak doa memohon pertolongan kepada Allah, Semoga Allah memberikan kepada kita dan keluarga kita hidayah serta taufiq-Nya. Kemudian pilihlah waktu yang tepat untuk kembali menasehati agar tidak mengulangi dan mentaati suami.
Maka siapa yang telah menunaikan kewajiban amar makruf nahi munkar dia telah terlepas dari tanggungan. InsyaAllah tidak ada dosa baginya.
Tidak taatnya istri kepada suami dalam syariat ini disebut nusyuz. Dan dalam keadaan ini ada beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh seorang suami. Langkah-langkah tersebut terdapat dalam firman Allah Ta’ala:
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An Nisa’: 34).
Pertama: Nasehat yang baik. Jika belum,
Kedua: Pisah tempat tidur dalam satu rumah. Jika belum,
Ketiga: Pukulan yang mendidik. Pukulan yang tidak melukai dan bukan diwajah. Pukulan ini jika diharapkan dapat menghentikan nusyuz sang istri.
Untuk lebih terperinci tentang hal ini bisa dibaca dalam kitab-kitab fikih atau silahkan baca pada artikel berikut:
Demikian, semoga dapat menjawab apa yang menjadi pertanyaan saudara. Semoga Allah selalu memberikan hidayahnya kepada kita dan keluarga kita.
WaAllohu Ta’ala a’lam bisshawab.
Dijawab oleh Ustadz Idwan Cahyana, Lc.
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/36245-istri-nekat-haji-tanpa-mahrom.html